Sabtu, 02 Februari 2013

SUMPAH BHISMA

Bhisma
Dengan riang hati, raja menyambut dan membawa sang putra ke istana. Anak yang di kelilingi aura keagungan dan kemudaan ini di nobatkan menjadi putra mahkota.
Empat tahun berlalu. Suatu hari, raja berjalan-jalan di pinggir sungai Yamuna. Tiba-tiba udara menyebarkan keharuman yang luar biasa. Raja mencari sumber keharuman. Ternyata sumbernya berasal dari seorang gadis yang jelita, secantik bidadari kahyangan. Berkat kebaikan hati seorang resi, keharuman yang sedemikian luar biasa akan selalu menguar dari tubuh gadis itu dan sekarang seluruh hutan menjadi harum karena kehadiran gadis tersebut.
Sepeninggal Dewi Gangga, Raja Sentanu selalu berusaha menahan hasrat dan hawa nafsu. Tetapi,  kecantikan gadis itu membuatnya hilang kendali dan terbawa gairah asmara yang meluap-luap. Raja Sentanu meminang gadis itu untuk menjadi permaisurinya.
Berkatalah gadis jelita itu : “Paduka raja, namaku Setyawati. Aku seorang penangkap ikan. Ayahku kepala nelayan di daerah ini. Silahkan Paduka membicarakan permintaanmu dengan ayah. Semoga dia menerima pinanganmu.” Suaranya seelok tubuhnya.
Ayah gadis itu memang cerdik.
Katanya : “Daulat Tuanku, memang sudah saatnya putri hamba menikah dengan seorang lelaki, seperti gadis-gadis lain. Paduka boleh meminangnya. Namun demikian, sebelumnya hamba mohon Paduka mau berjanji di hadapan hamba.”
Kata raja sentanu : “Apa pun syarat yang Anda ajukan akan aku pernuhi.”
Kepala nelayan itu memohon : “Jika anak hamba melahirkan anak laki-laki, paduka harus menobatkannya menjadi putra mahkota.”
Meskipun sedang di mabuk asmara pada Setyawati, Raja Sentanu tidak dapat menyanggupi persyaratan ayah Setyawati. Ia sadar syarat itu akan berarti menyingkirkan Dewabrata, putra Dewi Gangga yang seelok dewa, dari posisi putra mahkota. Harga yang terlalu memalukan untuk di tanggung. Oleh karena itu, ia kembali ke istana Hastinapura. Perasaannya campur aduk tidak karuan. Raja menyimpan rapat rahasianya. Ia simpan rapat kegelisahan hatinya ia banyak mengurung diri dan melamun.
Suatu hari, Dewabrata bertanya kepada ayahnya : “Ayahanda memiliki semua yang mungkin di inginkan orang. Tetapi, mengapa ayahanda tampak sedemikian murung, spertinya, ayahanda menyimpan rahasia yang menyesakkan hati”.
Prabu Sentanu menjawab : “Anakku, apa yang kau katakan benar. Ayahanda memang tersiksa perasaan gundah gulana, engkau adalah anakku satu-satunya dan engkau selalu sibuk dengan urusan keprajuritan. Hidup di dunia ini penuh dengan ketidakpastian dan selalu saja ada perang. Jika sesuatu yang tidak di inginkan terjadi padamu, garis keturunan keluarga kita akan putus, punah. Tentu saja engkau sebanding dengan seratus anak, namun demikian para tetua cendikiawan mengatakan bahwa hidup di mayapada, dunia ini punya satu anak sama artinya tidak punya anak sama sekali. Sungguh sayang kelangsungan keluarga kita tergantung pada seorang saja. Sebenarnya ayahanda memikirkan garis keturunan keluarga kita, inilah yang menyebabkan ayah berduka.” Sang ayah berusaha menutupi apa yang sebenarnya terjadi, ia merasa malu pada anaknya.
Dewabrata yakin pasti ada alasan rahasia yang mengganggu ketenangan hati ayahnya. Kemudian ia bertanya kepada sais kereta ayahnya, barulah ia tahu tentang pertemuan sang ayah dengan seorang gadis penangkap ikan di pinggiran sungai Yamuna. Kemudian ia pergi kepada kepala nelayan itu, dan meminangkan anak gadisnya demi sang ayah.
Kepala nelayan itu menerimanya dengan hormat, tetapi tetap bersikukuh dengan syaratnya : “Sebenarnya anak gadis hamba pantas menjadi permaisuri ayahanda paduka. Oleh karena itu, bukankah wajar jika kelak anak lelakinya akan menggantikannya menjadi raja ? tapi paduka telah di nobatkan sebagai putra mahkota dan dengan demikian akan menggantikannya. Inilah masalahnya.”
Jawab dewabrata : “Baiklah, tolong ingat baik-baik kataku, anak lelaki yang dilahirkan anak gadismu akan di nobatkan menjadi raja. Aku rela tidak naik tahta demi keinginan ayahanda untuk melanjutkan garis keturunan keluarga. ” dewabrata mulai mengucapkan sumpahnya.
Setelah itu, kepala nelayan itu berucap, “wahai putra mahkota yang paling bijaksana diantara semua keturunan brata, tuan telah melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh para pewaris tahta sampai saat ini. Tuan memang seorang pahlawan. Silahkan tuan membawa anak gadis hamba untuk di peristri ayahanda tuanku. Namun demikian, mohon tuanku terus mendengarkan dengan sabar kata-kata hamba ini, sebagi ayah anak gadisku. Hamba  yakin tuanku akan menepati janji. Tapi apa yang dapat hamba gunakan untuk menguatkan harapan bahwa keturunan tuanku tidak akan menuntut hak mereka ? keturunan tuanku pasti akan menjadi pahlawan-pahlawan besar, seperti tuanku. Pasti akan sulit untuk menolak jika mereka berusaha merebut kerajaan dengan paksa. Inilah permasalahan yang menggangu pikiran hamba.”
Mendengar pertanyaan sangat sulit yang diajukan ayah gadis pujaan ayahandanya, dewabrata yang memutuskan untuk meniggalkan keinginan duniawi demi ayahandanya, mangucapkan sumpah pamungkas. Ia bersumpah dihadapan ayah anak gadis itu : “Aku berjanji tidak akan kawin dan akan menjalani  kesucian sepanjang hidupku.” Ketika dewabrata mengucapkan sumpah sucinya, para dewa menaburkan bunga-sunga semerbak diatas kepalanya dan terdengar suara-suara yang mengelu-elukan, “Bhisma…. Bhisma…… Bhisma…..” Sejak saat itu Dewabrata di kenal sebagai Bhisma.
Demikianlah, putra Batari Gangga memboyong Setyawati ke Hastinapura untuk ayahandanya.
Dari perkwawinan dengan Setyawati, raja Sentanu mendapatkan dua putra, Chitrangada dan Wicitrawirya, Wicitrawirya menjadi raja menggantikan saudaranya. Wicitrawirya mempunyai dua anak, Destarata dan Pandu, dari kedua permaisuri, Ambila dan Ambalika. Anak Destarata yang berjumlah seratus di kenal sebagai kurawa. Pandu mempunyai lima anak yang di kenal sebagai pandawa.
Bhisma menjalani kehidupan yang panjang ia di hormati sebagai sesepuh keluarga sampai perang besar di medan Kurusetra.
————————————————————————————————————————————————————–
Berikut adalah silsilah keluarga
silsilah Bhisma Kurawa dan Pandawa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar