Sabtu, 02 Februari 2013

GANAPATI, SANG JURU TULIS

ganesha, juru tulis kitab Mahabharata.
Ganesha / Ganapati
Begawan Wiyasa, pengarang kitab Weda yang masyur itu, adalah anak resi Parasana. Wiyasalah yang memberikan epos besar Mahabharata pada dunia.
Setelah merumuskan Mahabharata, Begawan Wiyasa memikirkan cara untuk menyampaikan kisah suci ini pada dunia. Ia berdoa kepada Dewa Brahma, Dewa pencipta. Dewa Brahma segera muncul di hadapannya. Ia memberikan salam hormat dengan menundukkan kepala, menyembah, dan mengajukan permohonan :
“Dewa, saya telah menyelesaikan sebuah karya yang sangat baik, tapi tidak dapat menemukan orang yang dapat menuliskannya sementara saya mendiktekan cerita ini.”
Dewa Brahma memuji Wiyasa dan berkata ; “Resi Wiyasa, undang dan mintalah Ganapati untuk membantumu menuliskan cerita ini.” Setelah itu, dewa Brahma menghilang. Wiyasa bersemadi mengundang Ganapati, yang segera muncul di hadapannya. Wiyasa menyambutnya dengan hormat dan meminta bantuan Ganapati.
“Wahai Ganapati, saya akan mendiktekan kisah Mahabharata dan saya mohon Anda berkenan menuliskannya.”
Ganapati menjawab : “Baiklah, aku akan melakukan apa yang kau minta. Tapi, dengan satu syarat, yakni, penakau tidak boleh berhenti saat aku sedang menuliskannya. Sehingga, kau harus mendikte tanpa jeda atau keraguan. Aku hanya dapat menulis dengan syarat ini.”
Wiyasa setuju, namun ia juga mengajukan syarat balasan : “Baiklah, tapi Anda harus memahami dulu makna apa yang saya diktekan sebelum menuliskannya.”
Ganapati tersenyum dan menyetujui syarat itu.
Kemudian sang resi pun mulai mendaraskan kisah Mahabharata. Sekali dua kali ia menyusun beberapa bait kompleks yang memaksa Ganapati berhenti sejenak untuk memahami maknanya dan wiyasa menggunakan kesempatan itu untuk menyusun bait-bait di benaknya. Begitulah Ganapati menuliskan kisah Mahabharata dengan didikte Wiyasa.
Dan itulah yang terjadi sebelum ada percetakan. Ingatan orang yang telah mempelajari suatu kisah menjadi satu-satunya “ Tempat penyimpanan”. Wiyasa mengajarkan kisah itu pertama kali kepada Resi Suka, putranya. Kemudian , ia menguraikan pada murid yang lain. Jika tidak demikian, mungkin kisah itu tidak mungkin akan sampai ke generasi di masa depan.
Tradisi mengatakan, narada mengisahkan kisah ini kepada para dewa, sementara Resi Suka mengajarkannya kepada gandarwa, raksasa, dan yaksa. Orang tahu bahwa Waisampayana yang saleh dan terpelajar, salah satu murid utama Wiyasa, mengisahkan epos ini untuk kebaikan umat manusia. Janamejaya, putra maharaja Parikesit, melakukan upacara pengorbanan besar sementara Waisampayana mengisahkan Mahabharata atas permintaannya. Kemudian, seperti yang di katakannya Waisampayana, kisah ini di daraskan di hutan Naimisa di hadapan para resi yang dipimpin oleh Resi Saunaka.
Suta memberikan salam pada resi itu, “Aku beruntung mendapatkan kesempatan mendengarkan kisah Mahabharata yang disusun Wiyasa untuk mengajarkan dharma dan tujuan-tujuan hidup yang lain kepada umat manusia. Aku ingin mengajarkan kisah ini kepada kalian. ” Mendengar perkataan itu, para petapa itu segera berkumpul mengelilingi Suta.
Suta Melanjutkan : “Aku mendengar kisah Mahabharata dan cerita-cerita episode yang ada didalamnya dari Waisampayana ketika Raja Janamejaya melakukan upacara pengorbanan. Setelah itu, aku melakukan peziarahan yang ke berbagai tempat Suci. Aku Juga mengunjungi medan perang tempat terjadinya perang besar itu. Sekarang, aku ke sini untuk menemui kalian semua” Kemudian , ia menceritakan keseluruhan kisah Mahabharata di depan sejumlah besar petapa itu.
Setelah kematian Maharaja Sentanu,Chitrangada menjadi raja Hastinapura. Kemudian ia di gantikan oleh Wicitrawirya. Wicitrawirya mempunyai dua anak – Destarata dan pandu. Karena putra tertua dari bersaudara itu terlahir buta, Pandu, putra kedua, naik tahta. Ketika berkuasa, Pandu melakukan suatu dosa dan harus mengasingkan diri ke hutan bersama dua istrinya. Ia menjalani hukuman selama bertahun-tahun.
Dalam masa pengasingan itu, kedua istri pandu, Dewi Kunti dan Dewi Madri, melahirkan lima putra, yang kemudian di kenal sebagai lima Pandawa. Dalam pengasingan itu, Pandu mati. Selama awal idup mereka, kelima Pandawa dibesarkan para resi.
Ketika Yudhistira, putra Tertua, berusia enam belas tahun, para resi membawa mereka kembali ke Hastinapura dan mempercayakan mereka kepada kakek mereka Bhisma.
Dalam waktu singkat kelima Pandawa dapat menguasai Kitab Weda, Wedanta, dan berbagai seni yang perlu di kuasai Kesatria. Para Kurawa, putra-putra Destarata yang buta, menjadi iri hati dan berusaha mencederai mereka dengan berbagai cara.
Akhirnya, Bhisma, sesepuh  keluarga, campur tangan untuk mendamaikan kedua belah pihak. Dengan perjanjian itu, pandawa dan Kurawa mulai memisahkan pemerintahan. Pandawa memerintah Indraprasta dan Kurawa memerintah Hastinapura.
Beberapa lama kemudian, terjadilah permainan dadu antara Kurawa dan Pandawa sesuai tradisi kehormatan kesatria. Sengkuni, yang bermain atas nama Kurawa, mengalahkan Yudhistira. Akibatnya, Pandawa harus mengasingkan diri selama tiga belas tahun. Mereka meninggalkan kerajaan dan pergi ke hutan bersama dengan istri mereka yang setia, Drupadi.
Menurut perjanjian dalam permainan dadu itu, Pandawa harus menghabiskan dua belas tahun di hutan dan pada tahun ke tiga belas mereka harus mengembara tanpa di kenal orang. Ketika mereka kembali dan meminta Duryudana mengembalikan Kerajaan mereka, Duryudana menolak. Akibatnya, terjadilah perang. Pandawa mengalahkan Duryudana dan mendapatkan kembali kerajaan warisan keluarga mereka.
Kelima pandawa memerintah kerajaan selama tiga puluh tujuh tahun. Setelah itu, mereka menyerahkan singgasana pada cucu mereka, Parikesit. Kemudian, mereka mengundurkan diri kehutan bersama Drupadi. Mereka semua meninggalkan pakaian kebesaran dan hanya mengenakan pakaian dari kulit kayu.
Demikianlah ringkasan kisah Mahabharata. Dalam epos kuno yang Luar biasa dari tanah India ini, kita dapat menemukan kisah-kisah yang ilustratif dan ajaran-ajaran luhur, disamping kisah perjalanan hidup kelima Pandawa. Kita dapat mengatakan bahwa Mahabharata merupakan samudra luas dan dalam yang berisi permata dan mutiara berharga yang tidak terhitung jumlahnya. Bersama dengan Ramayana, Mahabharata merupakan sumber etika dan kebudayaan India yang tidak ada habis-habisnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar